Pernahkah Anda membayangkan hidup sebagai orang Tibet? Mereka tinggal
di dataran tertinggi di dunia yang bisa mencapai 4000 meter di atas
permukaan laut.
Selain kadar oksigen yang menipis hingga 60
persen, radiasi sinar ultraviolet di daerah tersebut juga lebih tinggi
dan jumlah makanan yang tersedia naik turun mengikuti perubahan musim.
Namun, nyatanya mereka mampu bertahan hidup hingga sekarang dan berkembang biak hingga mencapai 5 juta penduduk.
Menurut
para peneliti, itu bisa terjadi karena gen orang Tibet telah bermutasi
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang keras tersebut.
EPAS1
yang diturunkan dari manusia purba Denisovan dan ELGN1 misalnya. Kedua
gen tersebut berfungsi untuk mengurangi hemoglobin dan meningkatkan
efisiensi tubuh dalam menggunakan oksigen.
Hal ini sangat
bermanfaat. Hemoglobin memang bermanfaat membawa oksigen ke seluruh
tubuh. Namun, kadar hemoglobin yang terlalu banyak dapat membuat darah
lebih sulit dipompa dan meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke serta
serangan jantung.
Kini, penemuan terbaru mengungkapkan tujuh gen lagi yang mungkin membantu orang Tibet untuk bertahan hidup.
Dipaparkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences pada
Senin (3/4/2017), sekelompok tim peneliti yang dipimpin oleh Jian Yang
dari University of Queensland, Australia, dan Zi-Bing Jin dari Wenzhou
Medical University, China, membandingkan susunan gen pada 3008 orang
Tibet dan 7287 orang non-Tibet.
Diberitakan Science,
Senin, mereka menemukan bahwa di samping EPAS1 dan ELGN1, orang Tibet
juga memiliki tujuh gen lain yang berbeda, yaitu MTHFR, RAP1A, NEK7,
ADH7, FGF10, HLA-DQB1, dan HCAR2.
ADH7 berfungsi untuk
meningkatkan berat badan dan BMI orang Tibet yang membantu mereka untuk
menyimpan lebih banyak energi di masa-masa ketika makanan menipis. MTHFR
meningkatkan produksi vitamin folat yang sangat berpengaruh pada
kandungan dan fertilisasi. Lalu, HLA-DQB1 adalah varian dari gen yang
meregulasi protein untuk sistem imunitas.
Sementara itu, untuk keempat gen sisanya, para peneliti masih belum mengetahui fungsi mereka secara jelas.
Lynn
Jorde, seorang pakar genetika dari University of Utah, Amerika Serikat,
berkata bahwa jumlah sampel yang besar meningkatkan tingkat kepercayaan
studi tersebut dan bisa menjadi penjelasan mengapa studi-studi
sebelumnya, termasuk yang dipimpin oleh Lorde, tidak menemukan ketujuh
gen tersebut
Selasa, 30 Mei 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar