A. Latar Belakang
Manajemen adalah seni mengkoordinasikan elemen-elemen produksi untuk
mencapai tujuan sebuah organisasi. Ini merupakan keberhasilan dari
tujuan-tujuan melalui penggunaan manusia, material/bahan, dan mesin.
Bagaimana menggabungkan ketiga faktor tersebut yang telah menjadi
masalah sepanjang tahun. Pada akhir tahun 70-an, orang Jepang muncul
dengan suatu pendekatan yang berhasil dengan baik setidaknya di Jepang.
Pendekatan orang Jepang adalah dengan memberikan perhatian pada manusia
di atas dua faktor lainnya; bahan dan mesin dalam persamaan manajemen.
Dalam filosopi manajemen orang Jepang, manusia tidak hanya dianggap
sebagai faktor produksi tetapi juga sebagai akhir dari keseluruhan usaha
manajemen. Praktek ini rupanya membuat mereka mencapai kesuksesan besar
dalam persaingan bisnis internasional pada tahun 1970-an.
Dalam bisnis dan industri di Barat, ada semacam sifat kegilaan terhadap
menajemen orang Jepang dimana ada sekelompok manajer Amerika yang ingin
bekerja pada perusahaan orang Jepang tanpa dibayar selama mereka mampu
mempelajari seni manajemen orang Jepang. Alasan utamanya adalah pada
waktu itu produksi industri Jepang sedang booming dan menguasai pasar
dunia. Industri Jepang telah mengungguli hampir semua Negara di Barat
dalam produksi komoditas seperti motor, mobil, kamera, jam, dan
komputer. Secara ekonomi Jepang tetap kuat dalam menghadapi krisis
minyak dan resesi ekonomi global, sementara banyak Negara di Barat
mengalami inflasi, Jepang telah sukses membendung inflasi dan
meningkatkan produktivitasnya.
Berdasarkan para ahli Jepang, manajemen orang Jepang sebagian besar
dipengaruhi oleh sejarah masa lalu. Tahun-tahun antara 1945 sampai 1965
dikenal dengan periode imitasi atau tiruan. Selama periode ini Jepang
hanya meniru dan mengkopi dari Negara Barat, terutama Amerika Serikat,
dalam bidang manajemen dan teknologi. Kekalahan mereka pada Perang Dunia
II membuat orang Jepang menjadi merasa rendah diri terhadap orang-orang
Amerika dan Eropa. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi di akhir
tahun 1950-an telah membawa perubahan besar. Orang Jepang mulai
mendapatkan kembali rasa percaya diri mereka dan mengatasi rasa rendah
diri mereka yang kompleks. Kemakmuran dan kebanggaan baru membuat Jepang
melakukan berbagai eksperimen dalam berbagai bidang termasuk bidang
manajemen. Sejak saat itu, orang Jepang mulai menyadari bahwa sistem
manajemen Amerika bukanlah metode yang terbaik di dunia untuk memanaje
perusahaan, tidak juga Jepang.
Dalam mempelajari manajemen Jepang tidak boleh tidak membutuhkan
pengertian yang cermat terhadap dimensi dan konsep kerja masyarakat
Jepang. Orang Jepang terkenal dengan kerja kerasnya. Hal ini mungkin
disebabkan oleh lahannya yang relatif jarang, penduduknya yang banyak
dan padat, memiliki cuaca yang buruk, dan tidak mempunyai sumberdaya
alam. Jepang juga menghubungkan etika kerja mereka dengan kepercayaan
agamanya. Budha Zen mengajarkan bahwa melalui kerja dan kreasi mereka
akan mencapai kesempurnaan pemabangunan watak. Oleh karena itu, bagi
orang Jepang pekerjaan mempunyai nilai dan memberikan arti yang mendalam
bagi kehidupan mereka.
Aspek lain dari masyarakat Jepang berkaitan dengan etos kerja adalah
latar belakang sejarah mereka. Telah berabad-abad Jepang telah dipimpin
oleh kelas militer atau kelompok Samurai. Kelompok Samurai telah
menanamkan dalam diri orang Jepang pentingnya kerja keras. Mereka
memberikan penghargaan yang tinggi terhadap aktivitas fisik ketimbang
kebangggaan intelektual.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah sejarah budaya Jepang?
2) Bagaimanakah manajemen yang diterapkan Jepang?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Negara Jepang
1. Awal Mula Jepang
Jepang kini sudah dikenal masyarakat dunia bukan lagi sebagai negara
berkembang melainkan sebagai negara maju.. Hal ini dibuktikan dengan
merajalelanya produk-produk yang beredar dengan lebel Negara Matahari
Terbit tersebut. Seperti konsumsi (rumah makan), barang elektronik,
transportasi, pakaian, dan bahan baku lainnya bahkan atom & nuklir.
Jepang sendiri adalah negara yang tidak begitu luas dibandingkan dengan
Indonesia. Namun Jepang sudah mampu mengalahkan negara-negara Asia
lainnya. Luas negara Jepang sendiri adalah + 378.000km2 (ada pula yang
menyebutkan hanya 370.000 km2). Itu berarti hanya 1/25 (seper dua puluh
lima) dari negara Amerika. Bahkan cenderung lebih kecil dari Kalifornia.
Berdasarkan keadaan geografis dan sejarahnya, Jepang dibagi menjadi
sembilan kawasan dari 47 prefektur. Kesembilan wilayah tersebut adalah
Hokkaido, Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan
Okinawa. Sedang empat pulau utamanya adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku,
dan Kyushu. dan menurut sensus tahun 2004, jumlah penduduknya
127.333.002 orang. Sekarang yang berkuasa adalah Kaisar Akihito, yang
naik tahta sebagai kaisar ke-125 setelah ayahnya, Hirahito, yang
meninggal pada 7 Januari 1989.
Selain dikenal sebagai product monster, Jepang juga dikenal sebagai
negara misteri karena penuh tanda tanya dan sejarah. Mulai dari agama,
bahasa, kebudayaan, penduduk, hingga awal terjadinya kepulauannya. Jika
Amerika ditemukan oleh Colombus?, maka tidak begitu dengan Jepang.
Awal terjadinya kepulauan Jepang dimulai pada masa Palaozoic. Kala itu
Jepang masih merupakan dasar lautan. Setelah memasuki masa Mesozoic,
dasar lautan yang dimaksud mengalami perubahan dan membentuk daratan
yang menyambung dengan Asia. Namun, pada akhir periode III masa
Cenozoik, daratan tersebut kembali ke dasar laut.
Pada periode IV masa Deluvium, dasar laut tersebut timbul kembali dan
sekali lagi menyatu dengan Asia. Setelah mengalami banyak perubahan alam
dan cuaca, pada zaman es ke-3 (Dilivium), daratan yang menyatu dengan
Asia ini berangsur-angsur mengalami penurunan dan membentuk kepulauan
Jepang seperti sekarang ini.
Jepang yang memiliki ¾ kawasan pegunungan atau + 70% dari keseluruhan
daratan memiliki empat musim yang berbeda. Empat musim tersebut adalah
musim semi/haru (Maret – Mei), panas/natsu (Juni – Agustus), dingin/fuyu
(September – Nopember), gugur/aki (Desember – Februari). Meski
perubahan-perubahan iklim & cuaca sangat dinantikan masyarakat
Jepang, ternyata Jepang sangat rawan terjadi gempa bumi dan bencana alam
akibat letak geografisnya yang dipenuhi dengan pegunungan dan
bukit-bukit.
Penghuni Jepang sendiri berasal dari beberapa negara yang bersinggah
dan melakukan jual beli. Banyak pihak yang berpendapat berbeda akan hal
ini. Masyarakat awam cenderung beranggapan bahwa suku Ainu lah sebagai
penduduk pertama Jepang. Namun, pendapat tersebut belum dapat
dibenarkan. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa penduduk asli atau
nenek moyang Jepang adalah yang memiliki kebudayaan Jōmon. Hal ini
dikarenakan telah ditemukannya fosil dari hasil kebudayaan Jōmon. Ada
pendapat lain yang menyebutkan, dan terkenal dengan sebutan Teori
Selatan-Utara bahwa nenek moyang Jepang yang asli berasal dari daratan
Asia yang tinggal dan menamakan dirinya sebagai Kikajin yang berawal
pada jaman Yayoi.
Teori Selatan menyebutkan bahwa nenek moyang Jepang berasal dari Asia
Tenggara seperti Tibet, Taiwan, Kepulauan Pasifik Barat Daya, Melayu,
dan bahkan Indonesia. Teori ini dapat dibenarkan dengan adanya penemuan
tentang cara bercocok tanam yang dilakukan oleh nenek moyangnya dengan
cara membuat sawah.
Teori Utara menyebutkan lain. Di sini disebutkan bahwa nenek moyang
Jepang berasal dari pusat daratan Asia seperti Mongol, Manchuria,
Siberia, dan Turki. Teori juga dapat dibenarkan karena tata bahasa yang
digunakan dalam keseharian msyarakat Jepang sesuai dengan susunan bahasa
Korea, Ural, Turki, dan sebagainya.
2. Zaman di Jepang
Pada dasarnya, Jepang memiliki banyak jaman sesuai dengan perubahan masa
dan kekuasaan. Namun, secara garis besar Jepang dibagi menjadi 5
periode. Periode tersebut meliputi :
a) Abad kuno atau disebut dengan ‘Kodai’. Periode ini meliputi zaman
primitif / Genshi Jidai (abad ke-3), zaman Yamato (592), zaman Nara
(710), dan zaman Hei An (794-1192)
b) Abad pertengahan atau disebut dengan ‘Chuusei’ yang meliputi zaman
Kamakura (1192-1333), zaman Muromachi (1334-1573), dan zaman Azuchi
Momoyama (1573-1603)
c) Abad pra modern atau ‘Kinsei’ yang dimulai dengan zaman Edo (1603-1868)
d) Abad modern atau ’Kindai’. Pada periode Jepang banyak mengalami
perubahan dan mulai dikenal dunia luar. Zaman yan sering dibicarakan ini
dikenal dengan zaman Meiji (1868-1912)
e) Dewasa ini atau lebih dikenal dengan ‘Gendai’. Periode ini meliputi
zaman Taisho (1912-1926), zaman Showa (1926-1991), dan zaman Heisei
(1991-sekarang)
Dalam perputaran tiap zaman, Jepang juga mengalami perubahan
kebudayaan. Namun, perubahan yang paling besar (meliputi social dan
politik) adalah saat terjadinya ‘Restorasi Meiji’. Pada saat itu, Jepang
dipaksa untuk kembali membuka diri untuk negara luar.
3. Budaya Jepang
Budaya Jepang harus diakui memiliki keunikan sendiri. Terlahir dari
cerita perjalanan yang panjang masa-masa kekaisaran, budaya Jepang
menjelma menjadi primadona pariwisata sendiri di dunia ini. Di mata para
wisatawan, budaya Jepang menjadi daya tarik utama.
Sebagai sebuah negara maju, Jepang nyatanya tidak meninggalkan gaya
hidup yang penuh dengan filosofi dan budaya. Di tengah maraknya berbagai
penemuan fenomenla yang lahir dari warganya, budaya jepang terus
mengalir seperti air yang mebasahi setiap seluk beluk kehidupan
warganya.
Jangan tanyakan tentang kepedulian masyarakat sebuah negara terhadap
kebudayaan negaranya, jawabanya pasti sangat peduli. Begitupun dengan
masyarakat Jepang, terhadap budayanya. Mereka seolah telah menyediakan
tempat tersendiri untuk kebudayaan negaranya. Bersandingan dengan
kemajuan teknologi yang banyak lahir dari negaranya tersebut.
Budaya Jepang memiliki banyak sekaali varian, kehidupan masyarakatnya
sehari-hari juga sudah merupakan salah satu bentuk budaya Jepang yang
paling sederhana. Budaya Jepang yang lebih kompleks pun sangat banyak,
mulai dari makanan khas Jepang, rumah adat, pakaian adat, tarian, bahasa
dan satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari budaya jepang adalah
samurai.
Samurai sangat identik dengan negara matahari terbit ini, namun
sayangnya keterkenalan samurai di kalangan masyarakat dunia atau
Indonesia tidak diikuti dengan informasi yang berisi kebenaran tentang
samurai ini. Budaya Jepang yang satu inipun hanya sedikit dimengerti
betul oleh masyarakat.
Kita sering salah memahami kata samurai dengan mengartikannya sebagai
nama jenis senjata dalam budaya Jepang. Padahal samurai merujuk pada
orang atau jalan hidup. Sedangkan senjata sejenis pedang yang selama ini
banyak diartikan sebagai samurai, sebenarnya adalah katana. Dalam
budaya Jepang, katana merupakan senjata khas para samurai berbentuk
pedang.
a) Samurai
Dalam budaya Jepang, istilah samurai pada awalnya digunakan untuk
menyebut orang yang mengabdi kepada bangsawan. Berawal dari kata
“saburau” yang popular pada zaman Nara (710-784), yang pengucapanya
bergeser menjadi saburai.
Pada zaman Kamamura abad ke-12 dalam budaya Jepang, arti kata saburai
bersisian dengan “bushi”, yang berarti orang yang dipersenjatai. Lantas,
kata saburai berubah menjadi samurai pada zaman Azuchi-Momoyama
(1573-1600) dan awala zaman Edo (1603), yang memiliki arti “orang yang
mengabdi”.
Daya Jepang juga diisi dengan berbagai cerita sejarah yang menarik.
Dahulu, pertempuran yang berkepanjangan menimbulkan kematian di kalangan
penguasa, sehingga banyak samurai kehilangan tuannya. Mereka kemudian
menjadi sekelompok samurai liar dan tidak terikat, yang disebut sengan
istilah ronin. Istilah ini muncul pertama kali pada zaman Muromachi
(1392) dan semakin definitive pada zaman Edo (1603-1867).
Samurai memiliki posisi unik dalam struktur kekuasaan Jepang masa lalu.
Berawal dari kekacauan politik akibat pajak yang berat dan memicu
pemberontakan di banyak tempat, penjarahan terhadap tuan tanah, memaksa
mereka mempersenjatai keluarga dan para petani.
Pada masa Hojo (1199-1336), ajaran Zen berkembang di kalangan samurai
dan menjadi gerakan missal yang melahirkan cirri bahwa para samurai
menganut paham keseimbngna dalam falsafah hidup mereka. Dalam budaya
Jepang, para samurai mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan
masyarakat.
b) Filosofi Samurai
Sama seperti jenis budaya Jepang yang lain, samurai memiliki senuah
filosofi. Filosofi yang dimiliki samurai terletak pada seragam kebesaran
dengan symbol bulan sabit di atas helm. Jalan hidup samurai yang
mengambil inti ajaran Zen, menekankan bahwa ketengan jiwa dan keyakinan
hati adalah sumber kehidupan. Hal mendasar adalah ajaran menjunjung
tinggi kejujuran, jujur kepada diri sendiri dan orang lain. Karena itu,
berbohong adalah aib yang tak mungkin ditanggung.
Bunga sakura symbol samurai mengandung muatan filosofi pentingnya
menghargai waktu, sebab bunga sakura hanya bersemi dan berbunga dalam
waktu singkat seperti umur manusia. Karena itu, tidak boleh ada
penyesalan di dalamnya. Samurai juga harus menjunjung tinggi nilai
keadilan.
Bagi samurai, pertempuran adalah sesuatu yang sacral. Ada etika ketat dalam pertempuran samurai, yaitu :
1) Tidak boleh menyerang dari belakang
2) Harus dilakukan dengan keindahan dan harga diri
3) Harus dilakukan sampai tuntas
4) Pedang adalah symbol spiritual dan komitmen
c) Filosofi Kematian dalam Samurai
Samurai memiliki pandangan unik tentang kematian. Menjelang peperangan
Hakagure, seorang tokoh samurai menulis buku berjudul Hakagure, yang
menjadi rujukan awal filosofi kematian. Pada bagian pendahuluan buku ini
tertulis, “Jalan Samurai ditemui dalam kematian. Apabila tiba kepada
kematian, yang ada hanya pilihan yang pantas untuk kematian.”
Kalimat yang bias dan multitafsir pada buku tersebut diduga telah
membawa panji samurai kea rah kemelaratan dan kesesatan. Buku tersebut
melahirkan budaya jepang, khususnya budaya di kalangan samurai tentang
cara kematian yang dipilih, yaitu :
1) Mati di medan pertempuran adlaah cara yang paling terhormat. Para
samurai menyukai mati di dalalam pertempuran daripada tertangkap musuh.
2) Seppuku dalah tindakan bunuh diri dengan cara menyobek perut. Seppuku
sangat popular dalam mitos samurai. Seppuku dianggap sebagai tindakan
gagah berani.
3) Junshi dalah seppuku yang dilakukan sebagai tanda kesetiaan kepada
raja, sebagaimana yang dilakukan Jeneral Nogi Maresue semasa Maharaja
Meiji. Junshi dinilai merugikan Negara sempat dilarang pada zaman Edo.
4) Sokotsu-shi adalah seppuku yang dilakukan untuk menebus kesalahan.
Jenderal Yamamoto Kansuke Haruyuki (1501-1561) melakukan sokotsu-shi
karena kesalahan fatal yang menyebabkan kaisar Takeda berada dalam
bahaya.
Setelah kurun waktu yang lama, dalam budaya Jepang sekaligus samurai,
mengenai pandangan tentang bunuh diri sebagai tindakan yang terhormat
mengalami pergeseran dan mulai dianggap sebagai tindakan yang sia-sia.
d) Samurai Tanpa Pedang
Terdapat seorang tokoh samurai bernama Toyotami Hideyoshi, pemimpin
legendaries Jepang abad ke-16. Dia dianggap tokoh fenomenal yang
mengembangkan paham samurai tanpa pedang, berprinsip, “Prajurit terbaik
tidak pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan dan
penakluk terbesar menang tanpa perang.”
Hideyoshi (1536-1598) mampu menyatukan Jepang pada masa paling krusial,
perang antar-klan dan mewariskan falsafah kepemimpinan yang tetap
relevan hingga zaman modern. Ia terlahir dari kalangan petani miskin di
provinsi Owari, dengan nama Nakamura. Perawakannya kecil, mukanya jelek
sehingga sering disebut “wajah monyet” dan tidak berpendidikan.
Pandangan Hideyoshi kemudian banyak diikuti oleh para tokoh samurai
lainya, Singen Harunobo Takeda mengatakan, “Memenangkan ratusan
peperangan bukanlah kebanggaan, tapi kemenangan tanpa peperangan adalah
kebangga yang sesungguhnya.”
Ditambah lagi dengan Miyamoto Musashi, samurai terbesar dalam sejarah,
mengatakan bahwa, “Jurus tertinggi ilmu pedangku adalah ketiadaan.”
Inilah inti sesungguhnya, bahwa kekuatan utama bukanlah pada fisik,
tetapi hati. Maka kejujuran dan sikap melindungi adalah filosofi
sesungguhnya dari jalan samurai. Bahwa sebagai budaya Jeapang, samurai
tidak lagi selalu identik dengan penggunaan pedang yang membati buta dan
tanpa alas an yang jelas.
4. Sekilas Sejarah Perekonomian Jepang
Dengan kekuatan militernya, Jepang mengalahkan Cina (1894-1895) dan
Rusia (1904-1905), sehingga diakui sebagai Negara besar. Jepang juga
menginvasi Korea (1910), menduduki Mansyuria (1931) dan mengadakan pakta
dengan Jerman dan Itali (1940). Di bawah Perdana Mentri Jendral Tojo,
Jepang menyerang pangkalan Amerika, Pearl Harbor (8 Desember 1941) dan
daerah-daerah lain yang dikuasai Amerika dan Inggris. Dalam waktu
singkat, Jepang menguasai banyak Negara Asia dan Samudra Pasifik,
termasuk Indonesia.
Namun tak lama kemudian, 1945, jatuhnya bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki membuat Jepang menyerah kepada sekutu (As dan kawan-kawan).
Pada 1950-an, Jepang menandatangani perjanjian perdamaian dengan
Negara-negara lain, termasuk India dan Taiwan (1952), Burma (1954), Uni
Soviet dan Filipina (1956) dan Indonesia (1958). Tak lebih dari belasan
tahun setelah hancur luluh akibat Perang Dunia II, Jepang tumbuh kembali
menjadi Negara besar di bidang industry.
Jepang pun kemudian menjelma menjadi kekuatan ekonomi terbesar nomor dua
di dunia setelah Amerika Serikat. Jepang juga mengalami kemajuan pesat
di bidang teknologi. Kini, Jepang menguasai bidang telekomunikasi,
permesinan dan robotika.
B. Manajemen Jepang
Manajemen orang Jepang memberikan tekanan kepada para pekerja sebagai
modal utama dan terpenting dalam perusahaan. Dalam konteks ini
manajer-manajer Jepang menggunakan sistem seumur hidup bagi para
pekerja. Pada umumnya, perusahaan-perusaan Jepang berharap bisa
memperkejakan para pekerja selama 34 sampai 40 tahun, sampai mereka
berhenti. Sistem pekerjaan seumur hidup mempunyai dua pengaruh positif.
Pertama, sistem tersebut menjamin kontinuitas dan kekuatan pekerja serta
mendorong para pekerja untuk berpartisipasi dalam area manajemen
perusahaan. Kedua, ketika para pekerja mempunyai rasa aman dalam
perusahaan, sikap mereka terhadap inovasi dan teknologi adalah positif.
Tidak seperti di Negara Barat, di Jepang penggunaan robot dalam pabrik
dapat diterima dengan baik oleh para pekerja.
Karakateristik industri Jepang yang menyolok dan merupakan pelajaran
yang berharga adalah harmonisnya hubungan antara para pekerja dan
manajemen. Di Jepang tidak ada konflik yang berarti antara buruh dan
manajer atau antara perusahaan dengan pemerintah. Ada dua alasan untuk
hal ini. Pertama, orang Jepang tidak mengenal perbedaan kelas yang kuat.
Secara ekonomi, mayoritas orang Jepang sekitar 69 persen menganggap
diri mereka sebagai kelompok berpendapatan menengah atau menengah atas.
Kedua, kekuatan buruh Jepang secara umum cukup terdidik, mampu dan
mempunyai motivasi yang tinggi dikarenakan tingkat pendidikan yang
tinggi di negerinya.
Dimensi budaya juga memainkan peran utama dalam bisnis orang Jepang dan
industri dunia. Keselarasan dan kesatuan adalah karakteristik masyarakat
Jepang secara keseluruhan. Keselarasan ini juga terasa kuat dalam
perusahaan dikarenakan filosopi dan nilai-nilai persaudaraan dan
perasaaan kesetiakawanan yang diterima oleh seluruh anggota perusahaan.
Oleh karena itu, hubungan antara manajer dan pekerja berdasarkan
filosopi, pada dasarnya perusahaan adalah sebuah keluarga besar di mana
para anggotanya hidup bersama secara harmonis.
Dalam masyarakat Jepang “diri” tidak penting. Yang paling penting adalah
semangat kerja tim; sebuah ide, di mana semangat tersebut telah
mengakar begitu dalam dalam keluarga orang Jepang dan merupakan hal
terbesar dalam kelompok. Ide ini juga berlaku di perusahaan. Buktinya
adalah setiap pengakuan prestasi atau distribusi tugas langsung
ditujukan kepada kelompok daripada individu. Begitu juga, setiap
kesalahan dari seorang pekerja menjadi tanggungjawab kelompok.
Ada beberapa keuntungan mengunakan sistem tersebut di atas untuk
meningkatkan semangat kerja tim bagi perusahaan terutama dalam
menciptakan basis yang kuat. Pondasi ini dibuat bahkan diperkuat denngan
fakta bahwa dalam perusahaan Jepang tidak ada hirarki status atau
posisi di mana manajer, eksekutif, sopir, dan pekerja semuanya makan
dengan makanan yang sama di kantin yang sama. Dampaknya adalah terbuka
secara vertikal antara manajer dan para pekerja dan juga secara
herizontal di antara anggota yang berbeda bagian atau golongan.
Sebuah istilah yang menonjol dalam sistem keluarga orang Jepang adalah
“amae” kata ini melukiskan sebuah perasaan keterikatan antara anak
terhadap cinta kepada ibunya. Bagaimanapun juga, ide keterikatan juga
telah mempengaruhi hubungan personal di antara orang dewasa. Yang jelas,
dalam perusahaan, “amae” memainkan peran utama dalam hubungan vertikal
antara manajer dengan subordinatnya dan juga hubungan herizontal di
antara para pekerja itu sendiri.
Salah satu dimensi budaya Jepang yang juga merupakan keuntungan bagi
para manajer adalah bagaimana pendekatan mereka terhadap gejala seperti
ketidakjelasan, ketidakpastian, ketidaksempurnaan dan kepercayaan.
Situasi yang demikian sering terjadi dalam perusahaan yang menggunakan
manajemen pendekatan Barat yang perlu di atasi dengan segera dan
sungguh-sungguh.
Menurut Takeo Fujisawa, seorang ahli dari The Nomura Research Institut,
manajemen orang Jepang adalah 90 % mirip dengan pendekatan Barat, akan
tetapi 5 % yang membuat segalanya menjadi berbeda, karena 5 % tersebut
terdapat aspek yang paling penting yaitu pendekatan manusia secara
total.
Kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan kebutuhan material. Ini
adalah keseimbangan dua faktor yang telah membuat para pekerja Jepang
mempunyai produktivitas yang tinggi. Perhatian terhadap faktor manusia
dan semua yang terkait dengannya seperti budaya, sejarah dan agama
sebagai satu unit produksi dalam manajemen orang Jepang telah
menyebabkan perhatian dunia. Melalui pendekatan orang Jepang terhadap
manajemen, negara-negara lain mulai sadar bahwa mereka tidak memberikan
perhatian yang cukup kepada berbagai pandangan akan kebutuhan manusia.
Manusia dan kebutuhan dan juga masalah-masalah sekarang nampak menjadi
perhatian umum. Inilah alasan mengapa manajemen orang Jepang telah
menjadi benar-benar pujaan global.
Pendekatan orang Jepang terhadap manajemen ketimbang yang lainnya telah
membuat status Jepang sebagai salah satu ekonomi raksasa dunia pada
akhir 1980-an. Menurut laporan the world Development Report Bank Dunia
tahun 1993 pendapatan per kapita Jepang mencapai $26.930/tahun sementara
USA hanya $22.240/tahun. Sedangkan Indonesia tertinggal jauh dari
Jepang yang hanya memiliki pendapatan per kapita $600/tahun. Kemudian
Jepang adalah anggota G7, sebuah organisasi dunia negara-negara kaya.
Bagaimanapun juga pada pertengahan 1990-an meskipun posisi ekonominya
yang kuat Jepang juga menghadapi masalah utama ekonomi yang berhubungan
dengan melemahnya Yen, hutang yang buruk yang disebabkan oleh kesalahan
manajemen sistem bank. Meskipun begitu Jepang hanya dihadapkan pada
resesi ekonomi bukan kekacauan ekonomi dan bencana sebagaimana yang
dialami oleh negara asia timur lainnya.
Di kala ekonomi Jepang tumbuh mulai tahun-tahun 1950-an dan pertumbuhan
memuncak pada tahun-tahun 1970-an, banyak orang di luar Jepang yang
terkagum-kagum akan sistem manajemen gaya Jepang yang membawa kemakmuran
bagi rakyatnya. Ekonomi berkembang baik sehingga tingkat kesejahteraan
hidup meningkat, rakyat pun menikmati hasil pembangunan negaranya.
Perusahaan-perusahaan berkembang marak, baik yang berskala besar maupun
yang kecil. Sebenarnya, apa yang menjadi pilar atau tonggak pokok dari
manajemen perusahaan Jepang? Ada tiga pilar, yaitu sistem kerja seumur
hidup di sebuah perusahaan saja, kesenioran, dan serikat pekerja
berdasarkan perusahaan.
Dalam praktek umumnya hingga sekarang ? walaupun perubahan demi
perubahan tengah berlangsung ? sekali seorang calon karyawan melamar dan
diterima bekerja di sebuah perusahaan, dia akan bekerja seumur hidup di
perusahaan tersebut hingga usia pensiun. Di waktu dia harus keluar
karena telah mencapai usia pensiun (biasanya sekitar 60-65 tahun),
kedudukannya biasanya sudah cukup tinggi walau waktu baru masuk kerja
yang bersangkutan diterima untuk posisi bawah. Itulah keuntungan dari
apa yang dinamakan sistem kesenioran. Serikat pekerja yang dibentuk
dalam kerangka satu perusahaan tersebut, bekerjasama baik dengan
pimpinan perusahaan bagi kepentingan kesejahteraan karyawan.
Ketiga pilar pokok tersebutlah yang telah menunjang
perusahaan-perusahaan Jepang, kecil maupun besar, berkembang baik
sehingga membawa ekonomi Jepang berkembang marak. Di samping hal
tersebut, terdapat satu strategi yang menonjol dari manajemen Jepang,
yaitu Kaizen.
C. Kaizen
Pada era 60-an, Jepang mencoba bangkit dan memasuki pasar global untuk
barang hasil industri, baik industri elektronik, otomotive dan lain
sebagainya. Bagaimana respon dunia? Jepang menjadi cemohan dan bahan
tertawaan, barang hasil industri Jepang dicemooh sebagai barang tiruan,
imitasi dan kuno, dan sebagainya. Mobil Mazda “kotak”, Suzuki “mini”,
saat itu dianggap sebagai mobil mainan, dan hanya dilirik oleh
orang-orang yang pengin punya mobil, tetapi duit cekak. Pengendara mobil
Jepang pada waktu itu, umumnya mendapat cibiran dari pengendara mobil
Eropah atau mobil Amerika, bahwa mobil Eropa atau mobil Amerikalah baru
mobil beneran.
Kini, industri mobil Jepang telah menjadi trend setter bagi perkembangan
industri mobil dunia. Selain itu, Mitsubishi dan Kawasaki telah masuk
dalam jajaran industri mesin dan alat-alat berat di dunia dan Sumitomo
merupakan industri besar di bidang chemical. Dan lain-lain. Demikian
pula industri elektronik. Tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat
menyangkal dominasi industri elektronik Jepang. SONY, TOSHIBA, PANASONIC
dan SHARP untuk TV dan audio.
Apa yang mereka lakukan untuk mencapai itu semua? Yang mereka lakukan
bukan hal yang rumit, bukan menjiplak berbagai teori ekonomi dari Barat,
tetapi membakar semangat tenaga kerja dan integritas tentang “etika
bisnis” yang timbul dari pemikiran Ishida Baigan pada abad ke 18,
kemudian diajarkan secara luas pada sekolah-sekolah Ishida yaitu Sekimon
Shin-gaku, mengajarkan etika kejujuran dalam mengejar laba, dan
profesionalisme di dalam bekerja, telah berhasil dengan sangat efektif.
Kemudian ditambah dengan pemikiran yang dicetuskan oleh Shibusawa Eichi
pada awal abad ke 20 yaitu semboyan : “hasilkan panen yang bermutu
tinggi, dan jual!”, telah berhasil membentuk masyarakat Jepang menjadi
“masyarakat produksi” yang mementingkan kualitas, sehingga mereka
menerapkan konsep pengendalian mutu terpadu (total quality control),
bukan hanya untuk industri, tetapi berawal dari teknik produksi
pertanian. Bila anda pernah melihat filem dokumenter tentang petani labu
dan semangka di salah satu daerah Hokkaido (bagian utara Jepang), anda
akan melihat bagaimana kerja keras ”paguyuban petani semangka” untuk
menghasilkan semangka yang berkualitas, sehingga dapat diterima dan
dijual pada supermarket dan department store di Tokyo.
Bahkan dewasa ini ada pameo dikalangan dunia usaha internasional,
mengatakan, kalau ingin memasarkan barang hasil produksinya ke pasar
global, lakukan dulu test jual di Jepang. Apabila kualitasnya sudah
diakui di Jepang, maka pasti, kualitas barang tersebut akan diterima di
pasar internasional. Mengapa demikian? bangsa Jepang adalah bangsa yang
paling rewel dan jelimet akan kualitas. Mereka sungguh-sungguh
menerapkan philosopy bahwa pelanggan adalah raja, sehingga mereka
menerapkan konsep “product liability”, yaitu tanggung jawab terhadap
konsumen yang mengalami resiko akibat memakai produksi mereka. Untuk
itu, Jepang tidak pernah berhenti melakukan perbaikan. KAIZEN, adalah
budaya kerja mereka, yang bahkan sering tidak mereka sadari bahwa mereka
memiliki budaya tersebut.
Di tahun 1950-an, Masaaki Imai, bekerja di Japan Productivity Center di
Washington DC. mengantar sekelompok pengusaha Jepang yang sedang
mengunjungi perusahaan Amerika untuk mempelajari “rahasia produktivitas
industri Amerika. Toshiro Yamada, sekarang pensiunan profesor di Faculty
of Engineering di Universitas Kyoto, adalah salah seorang anggota
kelompok belajar yang mengunjungi Amerika Serikat untuk mempelajari
industri kendaraan. Belum lama berselang anggota kelompoknya berkumpul
kembali untuk merayakan ulang tahun perak perjalanan mereka.
Di meja perjamuan Yamada mengatakan bahwa, belum lama ini ia kembali ke
Amerika Serikat dalam “perjalanan sentimentil” untuk meninjau kembali
beberapa perusahaan yang telah dikunjunginya, di antaranya pabrik baja
River Rouge di Dearborn, Michigan. Dengan menggelengkan kepalanya karena
heran, ia berkata, “Tahukah Anda bahwa bahwa pabrik itu tetap sama
seperti 25 tahun yang lalu”.
Ia juga bercerita tentang kunjungan ke Eropa akhir-akhir ini, di mana ia
telah memimpin sekelompok pengusaha dalam sebuah penelitian tentang
perusahaan genteng dan ubin. Waktu mereka mengembara dari satu
perusahaan ke perusahaan lain, anggota kelompoknya menjadi semakin
gelisah dan kecewa atas sarana “kuno” yang diterimanya.
Kelompok tersebut heran ketika menemukan bahwa pabrik-pabrik masih
mempergunakan ban berjalan, dan bahwa baik kayawan maupun pengunjung
harus berjalan melangkahi ban berjalan atau berjalan dengan
membungkukkan badan di bawahnya, membuktikan bahwa tidak ada tindakan
pengamanan. Salah seorang anggota berkata “Bila mereka tidak
memperhatikan keselamatan karyawan, maka di sana tidak ada manajemen”.
Di Jepang modern jarang dijumpai ban berjalan. Bila masih dipergunakan
juga, maka ban berjalan dirancang sedemikian rupa sehingga seseorang
tidak perlu berjalan melangkahi ataupun berjalan dengan membungkukkan
badan di bawahnya.
Walaupun demikian Yamada juga menyatakan bahwa sarana di universitas
Barat dan lembaga riset lebih maju keadaannya, dan bahwa proyek riset
Barat kaya akan daya cipta dan kreativitas.
Belum lama ini dia mengadakan perjalanan ke Amerika Serikat dengan Fujio
Umibe, specialis kepala pada Toshiba Research and Development Center.
Umibe bercerita tentang pertemuannya dengan teman sekerjanya dari salah
satu perusahaan Toshiba yang terpencil di Jepang. Setelah mendengar
bahwa Umibe belum meninjau kembali perusahaan tersebut selama hampir
sepuluh tahun, temannya menegurnya, katanya: “Anda harus datang dan
meninjaunya. Anda tidak akan mengenalinya sekarang!” Sebagai bukti dia
diberitahu bahwa seperempat bagian dari lini produksi pada salah satu
perusahaan Toshiba telah diubah sewaktu perusahaan itu ditutup selama
seminggu pada liburan musim panas tahun 1984.
Pembicaraan ini membuat dia berpikir tentang perbedaan besar antara
ancangan manajer Jepang dengan Barat terhadap cara kerja mereka. Tidak
mungkin perusahaan Jepang tetap tidak berubah selama waktu seperempat
abad.
Sudah lama dia mencari konsep kunci untuk menerangkan kedua ancangan
manaje-men yang sangat berbeda itu. Suatu konsep yang juga dapat
membantu menerangkan bagaimana banyak perusahaan Jepang memperoleh
keunggulan kompetisi yang sedemikian hebat. Misalnya, bagaimana
menerangkan kenyataan bahwa walaupun kebanyakan gagasan baru datang dari
Barat dan beberapa perusahaan lembaga, dan teknologi yang paling
mutakhir ada di sana, toh masih ada perusahaan yang tidak berubah sejak
1950?
Perubahan adalah hal yang yang lazim. Belum lama ini seorang eksekutif
Amerika dalam sebuah perusahaan multinasional bercerita bahwa pada awal
rapat, panitia eksekutif, pimpi-nan perusahaannya berkata: “Tuan-tuan,
tugas kita ialah memanajemeni perubahan. Bila kita gagal, kita harus
mengubah manajemennya.” Eksekutif itu tertawa dan berkata: “Kami semua
memahami maksudnya!”
Perubahan juga merupakan gaya hidup orang Jepang. Tetapi apakah kita
berbicara tentang perubahan yang sama sewaktu kita berkata tentang
memanajemeni perubahan atau manajemen perubahan lainnya? Dia menyadari
bahwa mungkin ada beberapa jenis peru-bahan: bertahap dan mendadak.
Walaupun kita dapat melihat dengan jelas perbedaan kedua jenis perbedaan
ini di Jepang, tetapi perubahan bertahap tidak begitu jelas terlihat
dalam gaya hidup orang Barat. Bagaimana kita dapat menerangkan perbedaan
ini?
Pertanyaan ini mendorongnya menyimak tentang nilai. Mungkinkah perbedaan
sistem nilai di Jepang dan di Barat yang menjadi alasan adanya
perbedaan sikap mereka terhadap perubahan dan perubahan mendadak?
Perubahan mendadak dapat dilihat dengan jelas oleh setiap orang dan
mereka biasanya menyukainya. Hal ini umumnya berlaku baik di Jepang
maupun di Barat. Tetapi bagaimana halnya dengan perubahan bertahap?
Pernyataannya yang terdahulu bahwa tidak mungkin perusahaan Jepang tetap
tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun, mengacu baik kepada
bertahap maupun perubahan mendadak.
Setelah menyimak kembali semua ini, dia menarik kesimpulan bahwa kunci
perbedaan antara pandangan orang Barat dan orang Jepang terhadap
perubahan terletak pada konsep KAIZEN – sebuah konsep yang begitu lazim
dan masuk akal bagi kebanyakan manajer Jepang sehingga mereka bahkan
sering tidak menyadari bahwa mereka memilikinya! Konsep KAIZEN
menerangkan mengapa perusahaan Jepang mustahil tidak mengalami perubahan
selama bertahun-tahun. Selain itu, setelah bertahun-tahun mempelajari
praktik bisnis orang Barat, dia menarik kesimpulan bahwa konsep KAIZEN
tidak ada atau sedikit sekali diterapkan dalam perusahaan Barat saat
ini. Lebih buruk lagi, mereka menolaknya tanpa terlebih dahulu
mempelajari apa manfaatnya. Hal ini merupakan gejala “tidak ditemukan di
sini” yang kuno. Akibat kekurangan konsep KAIZEN-lah maka sebuah pabrik
Amerika atau Eropa tidak mengalami perubahan selama seperempat abad.
1. Pengertian Kaizen
Karena tidak ada paku, ladam hilang. Karena tidak ada ladam kuda hilang.
Karena tidak ada kuda, jenderal hilang. Karena tidak ada jenderal,
tentara hilang. Karena tidak ada tentara, pertempuran kalah. Karena
kalah dalam pertempuran, perang kalah. Karena kalah perang, Negara
hilang. Karena semua itu karena tidak ada paku. (Sheila cane, 1998:265)
LECTURE RESUME’S – Puisi lama yang dikutif Sheila cane mengungkapkan
sesuatu berasal dari benda yang terlihat sepele, begitu juga dlam
prinsip kaizen bahwa biasanya hal-hal yang kecil justru yang menyebabkan
kehancuran besar.
Seiring dengan perkembangan ekonomi Negara Kekuatan kuning (Jepang
China, dan Korea) yang laju pertumbuhan ekonominya melesat jauh seperti
yang dilakukanJepang pasca kekalahan perang dari Sekutu (Amerika) dengan
dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki berhasil merombak
dengan Restorasi Meji-nya yang terkenal. Begitu juga Cina walau agak
terlmbat dengan memadukan ideologi komunis dalam bernegara dan ekonomi
kapitalis dalam penataan ekonomi dan hasilnya sangat menakjubkan, cina
termsuk Negara yang tingkat pertumbuhan ekonominya tercepat didunia.
Begutuy juga korea lebih mengadopsi jepang sebagai mantan induk
semangnya. Tapi kehadiran Negara kuning ini, Setidaknya bisa memberikan
dukungan global terhadap kekuatan ras kuning Asia untuk bersaing secara
global dengan Negara barat lainnya.
Istilah kaizen atau Just in Time ini kerap kali digunakan sebagai salah
satu strategi perbaikan dalam manajemen kualitas dan alternative
management yang selama ini didominasi oleh Negara barat dan Amerika,
namun dalam perkembangannya system manajemen ini mendapat perhatian para
analis manajemen setelah melihat perkembangan yang pesat ekonomi jepang
yang kerap kali merepotkan hegemoni amerika dalam percaturan ekonomi
global.
Fenomena pertumbuhan ekonomi jepang pasca PD II memberikan motivasi
pembangunan kembali dari puing peperangan dan diutuslah seorang ahli
survey AS yang bernama Dr. W. Edward Deming yang mencoba membantu Jepang
untuk pembangunan kembali ekonomi Jepang sehingga konsep Deming mulai
tahun 1970-an telah diterapkan oleh perusahaan Jepang yang terkenal
dengan “14 kunci Dr. Deming” dan anehnya sukses penerapan konsep deming
di industri jepang pemerintah AS baru tertarik pada konsep tersebut.
Namun konsep deming yang Kemudian lebih dikenal dengan konsep kaizen
secara luas baru diperkenalkan oleh Masaaki Imai dalam bukunya “Kaizen :
the key to Japan’s competitive success” (1986).
Kesimpulan Europe Japan Centre tentang Kaizen Jepang yang mengungkapkan bahwa :
“Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengn secara terus menrus
tetap sadr dn membuat bertus-ratus ribu peningkatan kecil, maka
dimungkinkan untuk menghasilkn barang dan jasa yang mutunya otentik
sehingga memuaskan pelanggan. Cara paling mudah mencapainya adalah
dengan keikutsertaan, motivasi dan peningkatan terus menerus dari
masing-masing dan semua karyawan dalam organisasi. Keikutsertaan staf
tergantung pada komintmen manajemen senior, strategi yang jelas dan
ketabahan – karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang
berjalan secara terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”.
(Cane, 1998:265)
Dengan pertumbuhan ekonomi Jepang berdampak pada dorongan negara Asia
lainnya untuk terus mengejar ketertinggalannya, lalu bagaimana dengan
Negara Indonesia sendiri yang terlihat malah semakin terpuruk pasca
reformasi tahun 1999 bahkan untuk mengejar negeri jiran sekalipun terasa
sangat berat sekali kunci keunggulan perusahaan jepang adalah sangat
unggul dalam persaingan salah satu kemampuannya adalah menghilangkan
pemborosan dan menghindari berbagai kesulitan sedangkan AS sebaliknya
mengalami kesulitan dalam menghemat Sumber Daya Alam yang memang sangat
melimpah bila dibandingkan Jepang sehingga istilah perbaikan mutu secara
terus menerus (Just in time) tidak berlaku bagi manajemen Amerika tapi
lebih cenderung just in case. Istilah lainnya dengan Big JIT yaitu
filosofi manajemen yang berusaha menghilangkan pemborosan dalam semua
aspek dari kegiatan produksi perusahaan.
Kaizen berasal dari kata KAI artinya perbaikan dan ZEN artinya baik.
Bias diartikan Kaizen artinya perbaikan. Kaizen diartikan sebagai
perbaikan terus menerus (continous improvement). Ciri kunci manajemen
kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil, manajmen
fungsional-silang dan menggunakan lingkaran kualitas dan perlatan lain
untuk mendukung peningkatan yang terus menerus (Cane, 1998:27).
Di Cina kaizen bernama gaishan di mana gai berarti perubahan / perbaikan
dan shan berarti baik / benefit. Kaizen merupakan aktivitas harian yang
pada prinsipnya memiliki dasar sebagai berikut :
a) Berorientasi pada proses dan hasil.
b) Berpikir secara sistematis pada seluruh proses.
c) Tidak menyalahkan, tetapi terus belajar dari kesalahan yang terjadi di lapangan.
Kaizen telah menjadi bagian dari teori manajemen Jepang di
pertengahan tahun 1980-an dan para konsultan manajemen di Barat dengan
cepat mengambil dan menggunakan istilah Kaizen untuk diterapkan dalam
praktek manajemen secara luas, yang pada pokoknya Kaizen dianggap milik
Jepang dan cenderung membuat perusahaan Jepang menjadi kuat di bidang
peningkatan yang terus-menerus dibandingkan yang terus menerus
dibandingkan dengan inovasi.
Gambar 1 : Kaizen
Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan
Total Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini
terlaksana atau sebelum system mutu dapat dilaksanakan dalam suatu
perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga
perbaikan secara terus menerus (Just in time) ini adalah usaha yang
melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen bisa juga
merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi
yang memiliki ciri khas :
a) Berorientasi pada pelanggan.
b) Pengendalian mutu secara menyeluruh (Total Quality Management)
c) Robotik
d) Gugus kendali mutu
e) System saran
f) Otomatisasi
g) Displin ditempat kerja
h) Pemeliharan produktiftas
i) Kanban (pengontrol inventory)
j) Penyempurnaan dan perbaikan mutu
k) Tepat waktu
l) Tanpa cacat
m) Kegiatan kelompok kecil
n) Hubungan kerjasama antara manajer dan karyawan
o) Pengembangan produk baru
2. Kunci pelaksanaan Kaizen
Secara garis besar ada delapan kunci utama pelaksanaan just in time atau kaizen dalam kegiatan industri yaitu :
a) Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan.
System kaizen bisanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan
pelanggan dengan system produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan
menggunakan kartu kanban.
b) Memproduksi dalam jumlah kecil (small lot size)
Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan
permintaan pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain
menghilangkan persedian barang dalam proses yang merupakan sejenis
pemborosan yang dapat dihindari dengan menggunakan penjadwalan proses
produksi selain itu juga menggunakan pola produksi campur merata
(Heijunka) yang dimaksud heijunka adalah memproduksi bermacam-mcam dalam
satu lini produksi.
c) Menghilangkan pemborosan
untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan
dengan menggunakan system kartu kanban yang smendukung system produksi
tarik, selain menghasilkan produksi dengan baik sejk awal yaitu pantang
menerima, pantang memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan
bekerjasama dengan pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah
barang yang dating, menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya
pembelian, memperbaiki penanganan bahan baku, tercapainy persediaan
dalam jumlah kecil dan mendapatkan pemasok yang dapat dipercaya.
d) Memperbaiki aliran produksi
Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di
tempat kerja yaitu 5-S yang antara lain : Seiri atau pemilahan yaitu
disiplin ditempat kerja dengan cara melakukan pemisahan berbgai alat
atau komponen ditempat masing-masing sehingga untuk mencarinya nanti
bila diperlukan akan lebih mudah. Seiton atau penataan yaitu disiplin
ditempat kerja dengan melakukan penyimpanan fungsional dan membuang
waktu untuk mencari barang. Seiso atau pembersihan yaitu disiplin
ditempt kerja dengan melakukan pembersihan sebagai pemeriksaan dan
tingkat kebersihan. Seiketsu atau pemantapan/perawatan yaitu manajemen
visual dan pemantpn 5-S seperti pemberian tanda, pengumuman, label,
pengaturan kabel, kode, dsb. Shitsuke atau pembiasaan yaitu pembentukan
kebiasaan dan tempat kerja yang berdisiplin.
e) Menyempurnakan kualitas produk
Salah satunya untuk menyempurnakan kualitas produk dengn melihat prinsip
mnajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua orang
bertanggungjawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pndangan
mnajemen terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengn
tegas, memberikan wewenang kepada karyawn untuk mengadkan pengendlin
mutu produk, menghendaki koreksi terhadap cacat produk oleh karyawn,
tercapainya inpeksi 100 % terhadap mutu produk dan tercpai komitmen
terhadap pengedlin mutu jangka panjang.
f) Orang-orang yang tanggap
penerapan sistem kaizen ini tidak lagi menggunakan pilar keuangan,
pemasaran, SDM, tapi menggunakan lintas fungsi atau lintas disiplin
sehingga seluruh karyawan harus menguasai seluruh bidang dalm perusahan
sesuai dengan jenjang dan kedudukannya dan kesalahan dalam proses selalu
ditandai dengan menyalanya lampu andon dan proses dihentikan dan
seluruh karyawan terfokus pada perbaikan yang terkenal dengan istilh
jidoka yaitu semua karyawn bertanggungjawab terhadap tercapaianya produk
yang baik dan mencegah terjadinya kesalahan.
g) Menghilangkan ketidakpastian
untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin
hubungan abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan
perusahaan yang masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam
proses produksi dengan cara menerapkan system produksi tarik dengan
bantuan kartu kanban dan produksi campur merata (Heijunka).
h) Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang.
Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang,
memperbaiki mutu, fleksibilitas dlm mengadakan pesnan barang, pemesanan
dlam jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadkan perbaikn
secara terus menerus dan berkesinambungan.
Istilah lain yang bertujuan mengimbangi system kaizen ini adalah
reengineering yaitu mengadakan perombakan proses bisnis secara total
sampai keakar-akarnya dan system ini diciptakan Amerika untuk mengejar
ketinggalannya dari Jepang yang pernah dibantu ekonominya, baru kalau
perombakan ini telah dilakukan maka pemeliharaan dan peningkatan secara
terus menerus dan berkesinambungan dapat dilaksanakan. Bisa juga
menerapkan konsep benchmarking yaitu cara untuk mengadakan perbaikan
dengan meniru praktek bisnis terbaik dikelasnya, baik untuk produksi,
jasa maupun proses dan sistemnya.
3. Poin-Poin Penting dalam Kaizen
Inti KAIZEN sederhana sekali dan langsung pada sasaran. KAIZEN berarti
penyempurnaan. Di samping itu KAIZEN berarti penyempurnaan
berkesinambungan yang melibatkan setiap orang, baik manajer maupun
karyawan. Filsafat KAIZEN menganggap bahwa cara hidup kita – baik cara,
kehidupan sosial, maupun kehidupan rumah tangga – perlu disempurnakan
setiap saat.
Dalam mencoba untuk mengerti “mujizat ekonomi” Jepang sesudah Perang
Dunia, semua ilmuwan, wartawan, dan usahawan telah meneliti dengan tekun
faktor gerakan produktivitas, Pengendalian Mutu Terpadu (PMT), kegiatan
kelompok kecil, sistem saran, otomatisasi, dan hubungan kerja. Mereka
banyak memperhatikan praktik manajemen khas Jepang, di antaranya sistem
karyawan seumur hidup, upah berdasarkan pengalaman, dan gabungan
perusahaan. Tetapi dia merasa bahwa mereka gagal untuk memahami
kebenaran yang sangat sederhana yang ada di belakang berbagai berbagai
tanggapan tentang manajemen Jepang.
Inti praktik manajemen “khas Jepang” – dapat berupa peningkatan
produktivitas, kegiatan PMT (Pengendalian Mutu Terpadu), Gugus Kendali
Mutu (GKM), maupun hubungan kerja – dapat disingkat menjadi satu kata:
KAIZEN. Memakai istilah KAIZEN daripada kata-kata produktivitas, PMT, ZD
(Zero Defect), kamban, dan sistem saran memberikan gambaran lebih jelas
tentang apa yang terjadi dalam industri Jepang. KAIZEN adalah konsep
payung yang mencakup sebagian besar praktis “khas Jepang” yang
belakangan ini terkenal di seluruh dunia.
Implikasi dari PMT di Jepang adalah bahwa konsep ini telah membantu
perusahaan Jepang menerapkan cara berpikir yang berorientasi pada proses
dan mengembangkan strategi yang menjamin penyempurnaan
berkesinambungan, melibatkan unsur manusia dari segala tingkatan dalam
hierarki organisasi . Pesan dari strategi KAIZEN ialah bahwa tidak satu
hari pun boleh berlalu tanpa sesuatu tindakan penyempurnaan dalam
perusahaan.
Kepercayaan bahwa harus ada penyempurnaan tanpa akhir, telah
berurat-akar dalam cara berpikir orang Jepang. Sesuai dengan pepatah
kuno Jepang yang mengatakan: “Bila seseorang tidak kelihatan selama tiga
hari, temannya harus memperhatikannya dengan seksama untuk mengetahui
apa yang telah dialaminya.” Hubungannya ialah bahwa dalam tiga hari
orang itu pasti telah berubah, maka temannya seharusnya cukup
memperhatikannya untuk melihat perubahannya.
Sesudah Perang Dunia Kedua banyak perusahan Jepang benar-benar harus
memulai dari awal lagi. Baik manajer maupun karyawan menghadapi
tantangan baru setiap hari, yang berarti setiap hari banyak kemajuan.
Dalam berusaha, diperlukan kemajuan yang tidak ada akhirnya dan KAIZEN
menjadi sikap hidup orang Jepang. Untunglah berbagai alat yang membantu
konsep KAIZEN sehingga memperoleh penghargaan, diperkenalkan pada Jepang
akhir tahun 1950 dan permulaan tahun 1960 oleh para ahli seperti W.E.
Deming dan J.M. Juran. Tetapi banyak konsep baru, sistem dan alat yang
alat yang banyak dipakai di Jepang saat ini telah dikembangkan di Jepang
sendiri, dan merupakan penyempurnaan mutu yang lebih baik daripada
pengendalian mutu statistikal dan Pengendalian Mutu Terpadu dari tahun
1960-an.
Sebagian besar orang Jepang menurut sifat alamiahnya, atau dengan
latihan, memperhatikan perincian. Orang Jepang memiliki rasa akan
kewajiban yang kuat untuk bertanggung jawab agar segala sesuatunya
berjalan selancar mungkin, apakah itu dalam kehidupan keluarga atau
pekerjaan. Itulah sebabnya mengapa Kaizen sangat sukses di Jepang.
Beberapa point penting dalam proses penerapan KAIZEN yaitu :
• Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang. Konsep ini
dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat
waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya. Muda diartikan sebagai
mengurangi pemborosan, Mura diartikan sebagai mengurangi perbedaan dan
Muri diartikan sebagai mengurangi ketegangan.
• Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R.
Seiri artinya membereskan tempat kerja. Seiton berarti menyimpan dengan
teratur. Seiso berarti memelihara tempat kerja supaya tetap bersih.
Seiketsu berarti kebersihan pribadi. Seiketsu berarti disiplin, dengan
selalu mentaati prosedur ditempat kerja. Di Indonesia 5S diterjemahkan
menjadi 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin
• Konsep PDCA dalam KAIZEN. Setiap aktivitas usaha yang kita lakukan
perlu dilakukan dengan prosedur yang benar guna mencapai tujuan yang
kita harapkan. Maka PDCA (Plan, Do, Check dan Action) harus dilakukan
terus menerus.
• Konsep 5W + 1H. Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA
dalam kegiatan KAIZEN adalah dengan teknik bertanya dengan pertanyaan
dasar 5W + 1H ( What, Who, Why, Where, When dan How).
4. Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri)
a) MUDA
Muda secara terminologi dalam bahasa Jepang adalah segala kegiatan yang
bernilai mubassir, Pemborosan karena berlebihan yang tidak diperlukan,
atau aktivitas pemborosan yang tidak menambahkan nilai atau tak
produktif. Dan hal ini Muda merupakan salah satu konsep utama konsep
utama dari Toyota Production System (T P S). Proses ini berupaya untuk
menekan pemborosan dan segala aktivitas sumber daya sehingga dapat
bernilai tentunya dengan kualitas yang tinggi.
Contoh : Pekerja yang datang ke kantor tapi tidak mengerjakan apa-apa.
Pemborosan dari segi Sumber daya manusia dan investasi berupa gaji yang
harus dibayarkan kepada mereka tetapimereaka tidak dapat memberi
produktifitas kepada lembaga tempat mereka kerja.
b) MURA
Menurut terminologi diartikan sebagai ketidak merataan, ketimpangan,
tidak teratur.Hal ini dapat dihindari melaui penerapan sistem J I T
(Just In Time) terkhusus untuk bidang inventory. Metode J I T :
1) Supplay barang yang benar
2) Dalam jumlah yang benar
3) Menggunakan Metode F I F O (First in First Out).
Dalam kata lainnya, Pemborosan karena tidak adanya ketegasan batasan,
pengaturan yang tidak jelas dan asal bekerja. Contoh, bila kita tidak
jelas memerintahkan pemindahan barang, bisa saja yang 10 karung diangkut
4 kali, yakni pengangkutan pertama 3 karung, pengangkutan kedua 4
karung, pengangkutan ketiga 2 karung dan pengangkutan keempat 1 karung.
Dalam disiplin kualitas, ketidakpatuhan dan ketidakteraturan adalah awal
munculnya masalah. Coba kita bayangkan, bila hal ini terjadi di tempat
kita bekerja, operator dengan mudah mengubah-ubah setting baking oven,
misalnya. Sudah dapat dipastikan kita akan menghaslikan produk yang
berbeda-beda setiap kali pengovenan, entah terlalu matang atau tidak
matang sama sekali, terkadang matang, dan seterusnya. Intinya, variasi
yang tidak diatur akan menimbulkan kerusakan standar mutu pada produk.
c) MURI
Secara terminologi diartikan sebagai pembebanan yang berlebihan,
keterpaksaan, atau melampaui batas yang diberikan kepada sumber daya.
Kejadian ini dapat dihindari melalui pemberian spesifikasi atau standar
kepada suatu produk atau Sumber daya.
Dalam dunia manufaktur dapat diterapkan : Aliran material yang logis,
Langkah proses yang berulang dgn proses mesin atau metode rasional untuk
melakukannya, Tack Time( lamanya waktu proses yang rasional) dan
ketahanan yang diperbolehkan.
Pemborosan karena beban yang berlebihan. Ilustrasinya sebagai berikut:
Bila kita memiliki 10 karung beras masing-masing 30 kg. Lalu kita juga
memiliki troli dengan kapasitas 120 kg per sekali angkut. So, bila kita
memindahkan beras 2 kali atau 1 kali angkut sekaligus, kelebihan beban
itu mengakibatkan roda troli patah atau shaft rodanya bengkok. Akhirnya,
kita tidak memiliki toli lagi, dan ini adalah biaya atau pemborosan
karena kita harus memperbaiki troli atau membeli troli yang baru.Contoh :
Spesifikasi sebuah truk adalah dibebani sampai 15 ton (max) tetapi
aktual tiap harinya dibebani sampai 20 ton.
Kerja yang distandarisasi akan mendorong anda mengamati : Energomis dan
keselamatan kerja, Efisiensi biaya, Mutu dan produtifitas. Bila orang
mengetahui standarisasinya dan urutan kerja yang distandarisasi maka
akan mengahsilkan : Antusiasme karyawan meningkat, Mutu dan
produktifitas akan meningkat, Efisiensi Biaya dapat dilakukan.
Maka, setiap kali kita selesai melaksanakan sesuatu atau
menyelesaikan sebuah proyek. Kita perlu bertanya, apakah ada mura, muri,
dan muda yang perlu dihilangkan? Lalu, kita bisa tanyakan pada diri
sendiri:
• Apa yang perlu ditingkatkan?
• Apa yang perlu dikurangi/dihemat?
• Apa yang perlu dihilangkan?
• Apa yang perlu diadakan?
Empat pertanyaan evaluatif ini akan membuat kerja kita hari demi hari
makin efisien. Dan jika kita terapkan setiap hari, bukankah akan
meningkatkan kinerja kita?
5. Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke)
Gerakan 5S yaitu merupakan kebulatan tekad untuk mengadakan pemilihan di
tempat kerja, mengadakan penataan, pembersihan, memelihara kondisi dan
kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Nama
5S berasal dari huruf pertama istilah Jepang yang menjadi semboyannya
yaitu : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Istilah ini di
Indonesia sering juga disebut dengan Pemilihan, Penataan, pembersihan,
pemantapan dan pembiasaan. Arti dari 5S :
• Seiri atau pemilihan. Berarti mengatur segala sesuatu, memilah sesuai
dengan aturan dan prinsip yang tertentu. Ini artinya membedakan antara
yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Membuang yang tidak
diperlukan dan memcari penyebab-penyebabnya serta menghilangkan
penyebabnya sehingga tidak menimbulkan masalah.
• Seiton atau penataan. Berarti menyimpan barang di tempat yang tepat
atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat dipergunakan dalam
keadaan mendesak. Ini juga cara untuk menghilangkan waktu proses
pencarian. Jika sesuatu disimpan di tempatnya demi mutu dan keamanan,
berarti anda memiliki tempat kerja yang rapi.
• Seiso atau Pembersihan. Istilah ini berarti membersihkan barang-barang
sehingga menjadi bersih. Ini artinya membersihkan sampah, kotoran dan
benda-benda asing serta membersihkan segala sesuatu. Pembersihan sebagai
pemeriksaan terhadap tempat kerja dan yang tidak memiliki cacat dan
cela.
• Seiketsu atau pemantapan. Ini berarti terus menerus dan secara
berulang-ulang melakukan pemeliharaan, pemilahan dan pembersihan. Dengan
demikian, pemantapan mencakup kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan.
• shitsuke atau pembiasaan. Istilah ini berarti pelatihan dan kemampuan
untuk melakukan apa ingin anda lakukan meskipun itu sulit dilakukan.
Pelatihan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu secara benar. tujuannya
untuk menciptakan tempat kerja dengan kebiasaan dan perilaku yang baik.
Dengan mengajarkan setiap orang apa yang harus dilakukan dan
memerintahkan setiap orang untuk melaksanakannya, maka kebiasaan buruk
akan terbuang dan kebiasaan baik akan terbentuk. Orang mempraktekkannya
dengan membuat dan mematuhi undang-undang.
Ada pun manfaat yang diperoleh perusahaan jika memanfaatkan sikap kerja 5S yaitu :
• keamanan. Dengan adanya pemilihan dan penataan maka barang-barang dan
kelengkapan kerja yang digunakan tersedia dan mengurangi angka
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kesalahan manusia (Human Factor).
Misalnya mencegah terpeleset dan kebakaran dari kebocoran minyak.
• Kondisi kerja yang rapi. Dengan kondisi kerja yang rapi, produktivitas meningkat.
• Efisiensi. dianalogikan sebagai koki masak terkenal, pelukis yang
terkenal mereka memelihara peralatan mereka. Tidak ada pisau yang
berkarat. Tidak ada kuas yang kusut. Sehingga saat digunakan peralatan
tersebut selalu tersedia dan siap digunakan. Jika di industri maka
efisiensi mesin menjadi tinggi dan mengurangi waktu macet mesin.
• Mutu. Industri Elektronik dan mesin memerlukan tingkat presisi dan
kebersihan yang tinggi. Setitik kotoran dapat menyebabkan kecacatan
sebuah produk. dengan adanya 5S maka kualitas akan terjaga.
Di indonesia sendiri, sudah banyak perusahaan-perusahaan yang mengadopsi
dan sudah menggunakan prinsip dari 5S itu sendiri. Namun seperti
diketahui secara teori penerapan 5S itu mudah namun pelaksanaannya
memerlukan usaha dan waktu. Pelaksanaannya harus terintegrasi dari
Top-Down management.
Sebenarnya 5S ini bisa diterapkan di mana saja, tidak harus diterapkan
di lingkungan kerja. Di lingkungan rumah pun bisa diterapkan. misalnya
mencuci piring setelah makan, membersihkan barang sesudah dipakai,
Menempatkan peralatan dan segala sesuatu pada tempatnya, memperhatikan
sesuatu sehingga anda tidak akan selalu mencarinya. Misalnya, mengetahui
dimana letak sendok, garpu dan piring. Tujuan dari 5S adalah menjaga
sesuatu dalam kondisi terbaik.
6. Konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action)
PDCA (Plan, Do, Check, Action) atau disebut juga Filosofi Deming, yang
merupakan manajemen perbaikan mutu secara berkesinambungan yang
menekankan pada keuntungan jangka pendek. Dr.Deming yang merupakan
pelopor PDCA adalah murid dari Dr.Walter Shewhart. Mereka menghabiskan
waktu untuk melakukan penelitian mengenai konsep-konsep dan
prinsip-prinsip perbaikan mutu kedalam teori manajemen perbaikan mutu.
Gambar 2 : Alur PDCA
Beliau juga mempelopori konsep SPC (Statistical Prosess Control),
yang merupakan konsep dalam perbaikan kualitas berkesinambungan.
Penjabaran dari siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action) :
a) Planning berarti memahami apa yang ingin dicapai, memahami bagaimana
melakukan suatu pekerjaan, berfokus pada masalah, menemukan
akarpermasalahan, menciptakan solusi yang kreatif serta
merencanakanimplementasi yang terstruktur.
b) Doing tidak semudah seperti yang dilihat. Didalamnya berisi pelatihan
dan manajemen aktivitas. Biasanya masalah besar dan mudah sering
berubah pada saat-saat terakhir. Bila terjadi kondisi seperti ini maka
tidak dapat dilanjutkan lagi tetapi harus mulai dari awal kembali.
c) Checking berarti pengecekan terhadap hasil dan membandingkan sesuai
dengan yang diinginkan. Bila segala sesuatu menjadi buruk dan hasil baik
tidak ditemukan, pada bagian ini keberanian, kejujuran, kecerdasan
sangat dibutuhkan untuk mengendalikan proses. Kata kunci ketika hasil
memburuk adalah ”kenapa”. Dengan dokumentasi proses yang baik maka kita
dapat kembali pada titik yang mana keputusan yang salah dibuat.
d) Acting berarti Menindak lanjuti atas apa yang didapatkan selama tahap
pengecekan. Arti lainnya adalah mencapai tujuan dan menstandarisasikan
proses atau belajar dari pengalaman untuk memulai lagi pada kondisi yang
tepat.
Gambar 3 : tahapan PDCA
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam PDCA cycle, yaitu:
a. Plan
1) Mengidentifikasi output pelayanan, siapa pengguna jasa pelayanan, dan
harapan pengguna jasa pelayanan tersebut melalui analisis suatu proses
tertentu.
2) Mendeskripsikan proses yang dianalisis saat ini
• Pelajari proses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja yang terlibat dalam prose tersebut.
• Teknik yang dapat digunakan : brainstorming
3) Mengukur dan menganalisis situasi tersebut
• Menemukan data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut
• Bagaimana mengolah data tersebut agar membantu memahami kinerja dan dinamika proses
• Teknik yang digunakan : observasi
• Mengunakan alat ukur seperti wawancara
4) Fokus pada peluang peningkatan mutu
• Pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan
• Kriteria masalah : menyatakan efek atas ketidakpuasan, adanya gap
antara kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik, dapat diukur.
5) Mengidentifikasi akar penyebab masalah
• Menyimpulkan penyebab
• Teknik yang dapat digunakan : brainstorming
• Alat yang digunakan : fish bone analysis ishikawa
6) Menemukan dan memilih penyelesaian
• Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah
• Teknik yang dapat digunakan : brainstorming
b. Do
1. Merencanakan suatu proyek uji coba
• Merencanakan sumber daya manusia, sumber dana, dan sebagainya.
• Merencanakan rencana kegiatan (plan of action)
2. Melaksanakan Pilot Project
Pilot Project dilaksanakan dalam skala kecil dengan waktu relatif singkat (± 2 minggu)
c. Check
1. Evaluasi hasil proyek
• Bertujuan untuk efektivitas proyek tersebut
• Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek (data yang dikumpulkan dan teknik pengumpulan data harus sama)
• Target yang ingin dicapai 80%
• Teknik yang digunakan: observasi dan survei
• Alat yang digunakan: kamera dan kuisioner
2. Membuat kesimpulan proyek
• Hasil menjanjikan namun perlu perubahan
• Jika proyek gagal, cari penyelesaian lain
• Jika proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas
d. Action
1) Standarisasi perubahan
• Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan
• Revisi proses yang sudah diperbaiki
• Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada
• Komunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan.
• Lakukan pelatihan bila perlu
• Mengembangkan rencana yang jelas
• Dokumentasikan proyek
2) Memonitor perubahan
• Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur
• Alat yang digunakan.
7. Konsep Kaizen
Dalam konsep berpikir Kaizen:
• Masalah adalah kumpulan sesuatu yang berharga dan orang bukan masalah.
Yang benar, jadikan orang menjadi pemecah masalah. Kalau tidak
mengalami kesulitan, “ide perbaikan” tidak akan muncul.
• Bila ada kesalahan segera perbaiki. Pertanyakan cara kerja yang
sekarang, lebih baik memikirkan cara untuk melaksanakan perbaikan dari
pada mencari alasan mengapa tidak bisa. Hindarkan alasan-alasan/teori
klasik.
• Jangan mengandalkan uang untuk Kaizen, lebih baik melakukan Kaizen
pekerjaan dulu dari pada equipment. Dan yang terpenting, jangan menunggu
sempurna, 50% OK, segera lakukan.
• Lihat dengan mata kepala sendiri, cari penyebab sesungguhnya dengan
jujur dengan menanyakan 5 kali mengapa-mengapa-mengapa-mengapa dan
mengapa, sehingga akar permasalahan dapat diketahui dengan baik.
• Kaizen itu tidak terbatas, karena ruang yang paling luas di dunia ini
adalah ruang untuk membuat perbaikan. Dibanding ‘pengetahuan’ 1 orang
masih lebih baik ‘ide’ 10 orang.
• Dalam melakukan Kaizen, keselamatan dan kualitas jangan dilupakan.
Inilah sedikit pengenalan Kaizen yang telah banyak memberikan
keuntungan bagi perusahaan seperti Toyota. Padahal pada prinsipnya,
Kaizen dapat dilakukan dalam bidang apa saja termasuk rumah tangga.
Salah satu tujuan dari konsep kaizen adalah untuk mengurangi sampai
menghilangkan waste dalam proses produksi. Waste tersebut ada tujuh
macam, yaitu:
• Waste dalam transportasi
• Waste dalam proses
• Waste dalam inventori
• Waste dalam gerakan:
• Waste akibat cacat produk;
• Waktu karena menunggu;
• Produksi yang berlebihan.
KAIZEN dibagi menjadi 3 segmen, tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan, yaitu:
1) KAIZEN yang berorientasi pada Manajemen, memusatkan perhatiannya pada
masalah logistik dan strategis yang terpenting dan memberikan momentum
untuk mengejar kemajuan dan moral.
2) KAIZEN yang berorientasi pada Kelompok, dilaksanakan oleh gugus
kendali mutu, kelompok Jinshu Kansi/manajemen sukarela menggunakan alat
statistik untuk memecahkan masalah, menganalisa, melaksanakan dan
menetapkan standar/prosedur baru.
3) KAIZEN yang berorientasi pada Individu, dimanifestasikan dalam bentuk
saran, dimana seseorang harus bekerja lebih pintar bila tidak mau
bekerja keras.
8. Penerapan Kaizen
Dalam menerapkan Kaizen, para pemimpin perusahaan/organisasi di Jepang
berpegang pada dua prinsip. Pertama, perlu proses atau cara kerja yang
baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan proses atau cara
kerja demikian, kita bisa bekerja lebih cekatan (bukan bekerja lebih
berat). Untuk mendapatkan proses yang baik, para pemimpin perusahaan
perlu mengetahui sumber masalah-masalah, kemudian meminta
ide/gagasan/solusi dari semua karyawannya. Bagaimanapun juga, merekalah
yang menjalani pekerjaan sehari-hari/dekat dengan pekerjaannya.
Biasanya, solusi terbaik adalah solusi yang paling sederhana, logis, dan
mudah dilaksanakan. Kedua, memilih gagasan-gagasan yang bisa
dilaksanakan, “mengeksekusinya”, dan bersabar menunggu hasilnya.
Tahukah Anda, perusahaan otomotif raksasa, Toyota, menerima 2 juta ide
per tahun, dari para karyawannya! Sebanyak 80% berhasil dilaksanakan.
Ternyata, satu perbaikan kecil dapat menghasilkan akibat yang besar!
Waktu dan uang dapat dihemat. Para karyawan pun semakin bersemangat
kerja, karena mereka melihat ide-ide mereka diterima dan dilaksanakan
oleh perusahaan.
9. Prinsip-prinsip Kaizen
Kaizen mengandung sepuluh prinsip, yaitu:
• Berfokus pada Pelanggan.
Fokus utama Kaizen adalah kualitas produk, tetapi tujuan terpenting
Kaizen adalah kepuasan pelanggan. Segala sesuatu / aktivitas yang tidak
menambah nilai produk atau meningkatkan kepuasan pelanggan merupakan
pengeluaran biaya yang tidak perlu.
• Mengadakan Peningkatan Secara Terus Menerus.
Dalam kaizen, suatu keberhasilan bukanlah hasil akhir tetapi merupakan
awal untuk melangkah ketahap berikutnya karna suatu keberhasilan
merupakan factor dalam meningkatkan semangat untuk mencapai keberhasilan
yang lain.
• Mengakui Masalah Secara Terbuka.
Membangun budaya yang tidak saling menyalahkan. sehingga para karyawan
dalam perusahaan kaizen dapat mengakui kesalahan secara terbuka, dengan
sadar menunjukkan kelemahan dari prosesnya dan meminta bantuan jika
tidak mampu mengatasinya. Keterbukaan tersebut merupakan suatu kekuatan
yang bisa mengendalikan dan mengatasi berbagai masalah dengan cepat
serta meningkatkan kesempatan-kesempatan perbaikan.
• Mempromosikan Keterbukaan.
Ilmu pengetahuan bagi Kaizen adalah untuk saling dibagikan dan
hubungan-¬hubungan komunikasi yang mendukungnya merupakan sumber
efisiensi.
• Menciptakan Tim Kcrja.
Dalam kaizen, tim adalah fondasi yang membentuk struktur organisasi.
Melalui keikut-sertaan para karyawan dalam tim, perusahaan mendapatkan
keuntungan dari karyawannya. Kerjasama tim ini dapat menanamkan rasa
saling memiliki, tanggung jawab kolektif, dan berorientasi pada
perusahaan serta dapat memperkuat keterbukaan, saling berbagi dan
komunikasi.
• Memanajemeni Proyek Melalui Tim Fungsional-silang.
Proyek perusahaan kaizen direncanakan dan dilaksanakan dengan
menggunakan sumber daya antar-departemen atau fungsional-silang serta
sumber daya yang berasal dari luar perusahaan. Hal itu dilakukan untuk
mengurangi biaya. mengontrol pemborosan sampai tingkat tertentu serta
memuaskan pelanggan.
• Memelihara Proses Hubungan yang Benar.
Perusahaan Jepang melakukan segala sesuatu yang mampu mereka lakukan
supaya terpelihara keharmonisan dalam hubungan antar-manusia terutama
Para staf, manajer dan Para pemimpin tim. Hubungan tersebut dapat
menumbuhkan loyalitas dan komitmen dari karyawan.
• Mengembangkan Disiplin Pribadi.
Disiplin pribadi di tempat kerja merupakan sifat alamiah orang Jepang.
• Memberikan Informasi pada Semua Karyawan.
Berbagi informasi merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan
Kaizen. Deegan memberikan informasi yang penting pada setiap orang maka
tantangan perusahaan berubah menjadi tantangan pribadi. Informasi ini
juga merupakan langkah penting untuk menciptakan budaya berdasarkan
pengetahuan.
• Memberikan Wewenang Kepada Setiap Karyawan.
Dalam pelaksanaan kaizen, setiap karyawan diberikan wewenang untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan kata lain melibatkan
peran karyawan dalam melakukan peningkatan.
10. Keuntungan Kaizen
Untuk mendapatkan hasil maksimal, sebaiknya menggunakan model spesifik
Kaizen yang tepat untuk perusahaan/organisasi, serta mau menjalani
proses bertahap. Dalam proses itu, antara lain, para pimpinan dan
manajer harus mampu menetapkan dan menjalankan suatu standar, serta
mengontrol kualitas. Mereka juga harus mau mendengarkan ide/saran,
berusaha memberikan feed back yang membangun, sekaligus terus memotivasi
karyawannya! Para karyawan pun harus lebih aktif memikirkan
pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot.
Dengan menggunakan konsep dasar kaizen dalam melakukan berbagai aktivitas. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh. antara lain:
Peningkatan proses;
Penggunaan paradigma baru;
Mempercepat waktu proses;
Zero investment;
Human Development;
Keamanan dan keselamatan kerja.
Keuntungan lain dari kaizen adalah:
• Penggunaan sistem Plan-Do-Check-Action (PDCA) mengakibatkan cepat dalam meningkatkan proses dan menghilangkan masalah.
• Identitikasi, implementasi, monitor dan mengatur perubahan menyebabkan dapat mencegah tcrjadinya masalah baru.
• Memfokuskan organisasi kepada kepuasan konsumen dan berdasarkan fakta dalam mengambil keputusan.
• Membantu organisasi untuk menjadi lebih efisien pada proses
peningkatan dan pemecahan masalah dilakukan pada tingkat optimal dan
biaya yang rendah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya dan sejarah adalah salah factor yang
bisa membuat sebuah bangsa maju dan berkembang. Hal ini juga terjadi
pada masyarakat Jepang, yang mana dengan filosofi samurai (jalan
samurai), sebagai pandangan hidup dan pegangan, dapat mengangkat mereka
yang pernah kalah telak pada Perang Dunia II.
Budaya ini telah mengakar kuat di benak masyarakat Jepang, sehingga
mereka bisa menghasilkan strategi Kaizen sebagai manajemen hidup ataupun
dalam menjalankan bisnis industry dan lain sebagainya.
Pada dasarnya Kaizen memiliki empat poin dasar yaitu,
• Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri)
• Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R.
• Konsep PDCA (Plan, Do, Check dan Action)
• Konsep 5W + 1H.
Selain itu, Kaizen juga berpegang pada beberapa prinsip, yaitu :
• Berfokus pada Pelanggan.
• Mengadakan Peningkatan Secara Terus Menerus.
• Mengakui Masalah Secara Terbuka.
• Mempromosikan Keterbukaan.
• Menciptakan Tim Kerja.
• Memanajemeni Proyek Melalui Tim Fungsional-silang.
• Memelihara Proses Hubungan yang Benar.
• Mengembangkan Disiplin Pribadi.
• Memberikan Informasi pada Semua Karyawan.
• Memberikan Wewenang Kepada Setiap Karyawan.
Dengan menggunakan konsep dasar kaizen dalam melakukan berbagai aktivitas. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh. antara lain:
Peningkatan proses;
Penggunaan paradigma baru;
Mempercepat waktu proses;
Zero investment;
Human Development;
Keamanan dan keselamatan kerja.
Penggunaan sistem Plan-Do-Check-Action (PDCA) mengakibatkan cepat dalam meningkatkan proses dan menghilangkan masalah.
Identitikasi, implementasi, monitor dan mengatur perubahan menyebabkan dapat mencegah tcrjadinya masalah baru.
Memfokuskan organisasi kepada kepuasan konsumen dan berdasarkan fakta dalam mengambil keputusan.
Membantu organisasi untuk menjadi lebih efisien pada proses
peningkatan dan pemecahan masalah dilakukan pada tingkat optimal dan
biaya yang rendah
Selasa, 06 Juni 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar